POKOK – POKOK PIKIRAN KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA TENTANG UPAH MINIMUM SAMA DENGAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

Disampaikan pada acara Seminar, 18 - 19 Juni 2012, di Jakarta

1. Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita dan harapan untuk hidup sejahtera lahir dan batin. Upah merupakan faktor utama dalam elemen kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Sebagian besar pekerja/buruh dan keluarganya menggantungkan cita-cita dan harapan tersebut kepada tempat mereka bekerja melalui sistim pengupahan yang layak sebagai dasar pemenuhan kebutuhan hidup secara layak.

2. Tetapi kenyataan menunjukkan, cita-cita dan harapan tersebut masih menjadi ” impian ” belaka. Mayoritas perusahaan swasta tidak ada yang memberikan jaminan kesejahteraan kepada isteri dan anak-anak pekerja/buruh (keluarga). Pada umumnya perusahaan hanya mengeluarkan biaya tenaga kerja (labour cost) untuk pekerja/buruh yang bersangkutan. Akibatnya, isteri dan anak-anak pekerja/buruh pemenuhan kebutuhan hidupnya disubsidi oleh masyarakat, antara lain ; orang tua, mertua atau keluarga lainnya seperti kakak atau adik dari pekerja/buruh atau dari isterinya.

3. Kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya tiada arti lain kecuali terbebas dari kemiskinan. Pembebasan dari kemiskinan hanya dapat dicapai apabila pekerja/buruh mempunyai kepastian kerja yang nyaman dan aman serta kepastian penghasilan yang memenuhi kebutuhan hidup secara layak, sejak diterima bekerja, selama bekerja hingga purna kerja (pensiun), sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasak 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 hasil Amandemen.

4. Sejak tahun 1980 pemerintah telah ikut andil menetapkan besaran Upah Minimum melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, baik Nasional maupun Regional. Upah Minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota (UMP/K) sesungguhnya hanya diperuntukan bagi pekerja/buruh lajang (bujangan) yang mempunyai masa kerja dibawah 12 (dua belas) bulan dengan jabatan terendah diperusahaan. UMP/K dimaksudkan sebagai “Jaring Pengaman“, agar upah yang diterima pekerja/buruh mempunyai kemampuan ” Daya Beli ” yang memadai, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah tangganya.

5. Tetapi kenyataan menunjukan, UMP/K yang dijadikan jaring pengaman, terbukti tidak mampu mengamankan pemenuhan kebutuhan hidup seorang pekerja/buruh lajang selama sebulan. Pada umumnya Upah Minimum tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup seorang pekerja/buruh lajang selama 20 hari. Pemenuhan kebutuhan hidup selanjutnya disubsidi oleh masyarakat, seperti orang tua, mertua dan keluarga lainnya.

6. Apalagi bagi pekerja/buruh yang berkeluarga. Mereka senantiasa dihadapkan pada pilihan yang pahit. Apakah mengutamakan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga dengan memberhentikan pendidikan anak atau sebaliknya. Apalagi kalau sampai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Karena PHK merupakan awal penderitaan bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Hilangnya pekerjaan berarti hilangnya pula penghasilan seperti upah, jaminan sosial dan fasilitas kesejahteraan lainnya.

7. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan bathin. Setiap orang berhak atas lingkungan

8. Upah merupakan salah satu faktor utama dalam kehidupan ekonomi dan sosial setiap masyarakat. Pekerja/buruh dan keluarganya menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidupnya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, hiburan dan aneka kebutuhan hidup lainnya, sepenuhnya pada upah.

9. Upah yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi pula, sehingga dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang mencukupi penghidupan yang layak sesuai kemanusiaan. Upah yang tinggi dapat memiliki kemanfaatan penting untuk perekonomian secara keseluruhan. Upah yang tinggi dapat menjamin tingkat permintaan barang dan jasa yang tinggi. Upah yang tinggi juga dapat menunjang perbaikan produktivitas kerja.

10. Upah Minimum sesuai dengan namanya mempunyai arti serba minimum, sedangkan Upah berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), mengandung arti dan makna upah yang diterima pekerja/buruh pada saat kali pertama diterima bekerja harus memenuhi standar KHL, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya tanpa sedikitpun pengurangan. Apabila terjadi pengurangan dari norma yang telah ditetapkan, pekerja/buruh dan keluarganya dapat masuk kedalam kualifikasi sebagaimana tersebut di bawah ini ;

1. Hampir miskin

2. Miskin

3. Sangat miskin

11. Istilah Upah Minimum merupakan ” penjara ” bagi perbaikan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Karena istilah Upah Minimum oleh kebanyakan pengusaha telah diubah maknanya secara radikal menjadi ” Upah Maksimum ”.

12. Padahal Upah Minimum yang berfungsi sebagai jaring pengaman bagi penghasilan pekerja/buruh, agar pemberi kerja tidak sewenang-wenang didalam menetapkan upah. Oleh karena itu Upah Minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak adalah upah terendah tidak termasuk tunjangan-tunjangan yang harus diterima pekerja/buruh dan keluarganya pada kali pertama pekerja/buruh diterima bekerja.

13. Apabila pekerja/buruh telah bekerja lebih dari satu tahun, maka jumlah upah yang harus diterimanya adalah minimal 15% di atas Upah Minimum yang nilainya sama dengan kebutuhan hidup layak.

14. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 mengeluarkan data keadaan pengupahan pekerja/buruh secara nasional sebagai berikut :

KEADAAN PENGUPAHAN PEKERJA/BURUH

RUPIAH

JUMLAH PEKERJA

PROSENTASE

< 1 Jt

17.192.043

63, 10 %

1 Jt > < 2 Jt

7.454.911

27, 79 %

2 Jt > < 3 Jt

1.425.728

5,32 %

3 Jt > < 4 Jt

395.232

1,47 %

4 Jt > < 5 Jt

120.371

0,45 %

5 Jt > < 6 Jt

93.308

0,35 %

> 6 Jt

140.205

0,52 %

15. Keadaan tersebut di atas kontras dengan tujuan pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang No.13/2003, tentang Ketenagakerjaan, khususnya huruf a, c dan d yang menegaskan tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah untuk ;

a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan ; dan

d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya ;

16. NEOLIBERALISME = NEOKOLONIALISME

Model pembangunan ekonomi politik neoliberal yang tengah dijalankan tidak dimaksudkan untuk mengkoreksi struktur ekonomi warisan kolonial, tetapi justeru mempertahankannya. Sistem ini telah berkontribusi besar dalam menciptakan berbagai krisis yang dialami bangsa ini. Setidaknya terdapat 4 (empat) buah krisis sebagaimana pandangan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Pertama, krisis keadilan; di mana jurang ketimpangan yang makin melebar, baik berdimensi struktural, sektoral, maupun kewilayahan. Pelaku ekonomi rakyat (UMKM) Indonesia yang pada tahun 2006 berjumlah 48,9 juta (99,9%) hanya menikmati 37,6% ”kue produksi nasional”, sedangkan minoritas pelaku usaha besar (0,1%) justru menikmati 46,7%-nya pada tahun yang sama. Hasil produksi yang dinikmati usaha besar (korporasi) ini naik 3,6% dibanding tahun 2003 yang sebesar 43,1%. Kesenjangan sosial semakin meningkat sebagaimana tecermin dalam data yang dikemukakan majalah Forbes (2007), terdapat 40 orang terkaya di Indonesia yang jumlah kekayaannya setara dengan 51,8 persen dari total penerimaan negara dalam APBN. Di sisi lain, terdapat 37 juta orang dengan pendapatan (hanya) di bawah 166 ribu rupiah per bulan.

Kedua, krisis kesejahteraan; di mana telah terjadi kemerosotan kesejahteraan rakyat, kehancuran lingkungan, dan degradasi moral (nilai sosial). Menurut BPS (2009), sejumlah 32,5 juta orang masih berada para level kemiskinan ektrem. Nasib kaum tani Indonesia – sebagai mayoritas penduduk negeri - tidak banyak berubah, masih miskin dan terus dipinggirkan.

Degradasi kesejahteraan juga menimpa kaum pekerja/buruh yang semakin terhimpit dalam kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibel. Penyusunan regulasi perburuhan yang liberal menyebabkan minimnya perlindungan terhadap kaum pekerja/buruh dari ancaman pemecatan, upah rendah dan kondisi kerja yang buruk. Kesejahteraan buruh yang menurun seiring dengan upah yang sangat rendah, hanya berkisar 5% sampai 6% dari biaya produksi.

Ketiga, krisis kedaulatan; ditandai dengan makin dominannya modal internasional di berbagai sektor ekonomi strategis. Kuatnya arus de-nasionalisasi ekonomi selama ini telah membentuk kembali susunan ekonomi Indonesia di bawah dominasi pemodal internasional yang kini menguasai 85,4% konsesi pertambangan migas, 70% kepemilikan saham di Bursa Efek Jakarta, dan lebih dari separuh (50%) kepemilikan perbankan di Indonesia (Forum Rektor Indonesia, 2007). Model pembangunan ekonomi politik saat ini juga telah menjerumuskan Indonesia dalam ketergantungan terhadap utang. Kondisi perekonomian Indonesia yang terperosok ke dalam jebakan utang itulah yang dimanfaatkan oleh jaringan lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan multilateral seperti ADB, Bank Dunia, IMF, dan WTO, yang merupakan alat pihak kolonial untuk memaksakan pelaksanaan agenda-agenda ekonomi politik neoliberal kepada Indonesia.

Keempat, dan ini kiranya yang menjadi simpul krisis, adalah krisis ideologi yang meluas menjadi krisis ekonomi politik ketika berbagai kebijakan yang menjauh dari cita-cita konstitusional. Kebijakan yang ditempuh setiap rezim pemerintahan selalu condong pada jalan Konsensus Washington (neoliberalisme), yaitu penerapan deregulasi, liberalisasi, privatisasi, dan penghapusan subsidi. Ketidak mampuan industri domestik melawan produk-produk import yang membanjiri pasar Indonesia dengan daya saing yang tinggi, cenderung mendiskreditkan rendahnya pengetahuan, keterampilan dan sikap (kompetensi) pekerja/buruh.

17. Pekerja/buruh adalah pihak yang paling lemah di antara para pelaku hubungan industrial, lainnya yaitu pengusaha dan pemerintah. Sehubungan itu, diperlukan perlindungan negara kepada pekerja/buruh dan keluarganya untuk memajukan kesejahteraan meraka, termasuk seluruh rakyat Indonesia.

18. Jangan korbankan harkat dan martabat pekerja/buruh dan keluarganya demi mengejar masuknya investasi dan pertumbuhan ekonomi semata yang ternyata tidak membawa dampak yang signifikan terhadap peningkatan perbaikan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

19. Negara tidak boleh menjadi penonton ketika rakyat (pekerja/buruh dan keluarganya) diexplotasi dan tertindas.

20. Negara harus bangkit dan memberikan perlindungan kepada rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, Negara ----------- begitu bunyinya ----------- melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

21. Sehubungan itu,

8 Pekerja/buruh tidak boleh diperlakukan sebagai alat produksi atau barang (komoditas) yang disewa-pakaikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja kepada perusahaan pemberi pekerjaan melalui praktik outsourcing atau kontrak kerja.

8 Pekerja/buruh sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia, harus diberdayakan potensi dan kompetensinya, dijamin hak-haknya dan diatur kewajibannya secara selaras dan seimbang antara upah yang diterimanya dan kewajiban yang dipikul, agar tidak terjadi eksplotasi dan penindasan terhadap pekerja/buruh.

8 Pekerja/buruh dan pengusaha sangat mengenal dan memahami dunianya sendiri jauh lebih baik, daripada orang lain, termasuk para ahli yang membuat pola kebijakan pembangunan dibidang ketenagakerjaan yang tidak bijak.

22. PERMASALAHAN

ü Kepmen No 17 th 2005 tentang Komponen dan Tahapan Pelaksanaan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam implementasinya tidak memiliki kepastian hukum, terbukti sejak diterbitkannya Kepmen No.17 pada tahun 2005, sampai saat ini sebagian besar nilai UMP/K diberbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota masih berkisar 90% Kebutuhan Hidup Layak.

ü Kepres No 104 th 2007 tentang Dewan Pengupahan hanya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil survey mengenai Standar Kebutuhan Hidup Layak kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Tetapi karena Gubernur/Bupati/Walikota memiliki hak Veto untuk mengubah besaran nilai KHL dalam menetapkan Upah Minimum, maka hasil survey hanya menjadi formalitas belaka.

ü Pengertian Upah Minimum yang tidak memenuhi standar kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 adalah pengingkaran dan perlawanan terhadap perintah Konstitusi Negara yang menyatakan ; Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

ü Pengertian Upah Minimum cenderung diartikan sebagai Upah Maksimum.

ü Upah Minimum bukan merupakan Upah Bersih yang harus dibawa pulang ke rumah. Karena semua kebutuhan pekerja/buruh mulai dari transport pergi dan pulang kerja, biaya makan sewaktu istirahat kerja seluruhnya diambil dari Upah Minimum tersebut.

ü Upah Minimum hanya untuk pekerja/buruh lajang, tidak menjamin pemenuhan kebutuhan hidup istri dan anak-anak pekerja/buruh yang bersangkutan.

23. AKIBATNYA

8 Upah Minimum hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup serba minimum sekitar 15 sampai dengan 20 hari. Padahal Konstitusi Negara memerintahkan kepada Penyelenggara Negara Tiap-tiap warganegara berhak atas suatu pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

8 Pemenuhan kebutuhan hidup secara layak bagi istri dan anak-anak pekerja/buruh penerima Upah Minimum banyak disubsidi oleh masyarakat.

8 Upah Minimum menciptakan penderitaan dan kemiskinan struktural dikalangan masyarakat pekerja/buruh.

8 Menghambat gairah kerja dan produktivitas perusahaan

Berdasar kepada pokok-pokok pikiran tersebut, pertanyaannya adalah :

v Apa yang harus dilakukan oleh seluruh elemen SP/SB di seluruh Indonesia.

v Mampukan elemen SP/SB bersatu melawan pemiskin yang bermantel peraturan perundang-undangan.

v Elemen SP/SB tanpa kecuali dengan tegas harus menolak penetapan UMK/P yang tidak senyawa atau sejiwa dengan perintah Konstitusi Negara, khususnya Pasal 27 ayat (2). Pasal 28A, Pasak 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 hasil Amandemen.

v Tidak akan berubah nasib pekerja/buruh dan keluarganya, apabila pekerja/buruh dan keluarganya tidak mau mengubahnya.


Jakarta, 18 Juni 2012.


Sofyan

Anggota Majelis Nasional KSPI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“711” Memaknai Pitulungan Dan Kawelasan (?)

SELAMAT DATANG DI FSP KEP KSPI KARANGANYAR

IKRAR FSP KEP