“Menuntut Perlindungan Negara Atas Upah Layak, Jaminan Sosial dan Perda Ketenagakerjaan”
“Apakah
kaum buruh mempunyai suatu alasan untuk melakukan tuntutan ekonomi atau
tuntutan apapun (!) pada Hari Perburuhan Internasional?”
Ya,
Kita semua Buruh Indonesia, bekerja tanpa kepastian kerja dan kesejahteraan!!!
Sementara elit politik dan pengusaha asyik berpesta berebut jabatan untuk
melayani sang pemodal dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan
buruh serta rakyat semua.
Pada Hari ini
Jum’at 01 Mei 2015 kembali kami dari Forum Komunikasi Serikat Pekerja / Buruh
Kabupaten Karanganyar melakukan aksi, kembali mengingatkan pemerintah bahwa
tuntutan Perlindungan Negara Atas Upah Layak, Jaminan Sosial dan Perda
Ketenagakerjaan harus mutlak dilakukan di Kabupaten Karanganyar.
Dalam
pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai kedudukan dan peranan yang
sangat penting sebagai pelaku pembangunan maupun tujuan pembangunan
ketenagakerjaan sehingga diperlukan upaya-upaya yang dapat mendorong percepatan
pembangunan ketenagakerjaan agar dapat meningkatkan kualitas dan peran sertanya
dalam pembangunan.
Beberapa
tahun belakangan ini berbagai media massa memberitakan maraknya aksi
demonstrasi buruh di pelbagai daerah yang mewarnai perundingan penetapan upah
minimum. Ribuan buruh mendatangi rapat Dewan Pengupahan guna menetapkan nilai
kebutuhan hidup layak, yang akan menjadi dasar penetapan upah minimum kota atau
kabupaten, hingga aksi menutup jalan, bahkan ancaman pemogokan. Ini mengulangi
yang terus terjadi beberapa tahun terakhir ini. Bagaimana kita memahaminya?
Berdasarkan
aturan yang ada, upah minimum dimaksudkan ”untuk mewujudkan penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan penetapannya didasarkan
pada ”kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi” (Pasal 88 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan).
Sejumlah
besar Industri kecil dan menegah biasanya membayar upah lebih rendah dari upah
minimum karena tidak peduli atau memanfaatkan peluang hukum untuk penangguhan
yang sering kali dikabulkan oleh pemerintah dan juga lemahnya pengawasan
pemerintah. Upah minimum yang ditetapkan pun relatif masih amat rendah dan
efektivitasnya pun diragukan. diperkirakan sekitar 30 persen buruh tetap dan 50
persen buruh lepas praktis bekerja dengan upah di bawah ketentuan upah minimum
dan 40 hingga 50 persen upah tersebut habis hanya untuk memenuhi kebutuhan
makan.
Upah
minimum di Indonesia ditetapkan berdasarkan hasil survey kebutuhan hidup layak
(KHL) dan menjadi dasar bagi Dewan Pengupahan dalam memberikan rekomendasi
kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Komponen KHL berasal dari Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2005 dan dijadikan rujukan dalam penetapan
upah minimum dan dianggap sebagai
upah layak.
Akan
tetapi, pada prakteknya upah minimum tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar
pekerja. Banyak pekerja yang harus mencari tambahan upah diluar jam kerja. Hal
ini menyebabkan para pekerja harus bekerja terus menerus tanpa istirahat yang
cukup. Pada dasarnya, upah minimum sebenarnya adalah upah yang ditujukan bagi
pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Namun, upah minimum
juga berlaku bagi pekerja yang telah berkeluarga dan telah bekerja lebih dari
satu tahun.
Dalam
proses penetuan upah minimum pun kerapkali menimbulkan masalah. Upah minimum
seringkali ditetapkan dengan nilai dibawah standar Kebutuhan Hidup Layak
sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 17 Tahun 2005.
Kondisi ini menimbulkan permasalahan bagi para aktivis buruh di beberapa
daerah. Keinginan buruh agar upah minimum sesuai dengan KHL kerapkali
berbenturan dengan kepentingan pengusaha terhadap upah pekerja yang murah. Dan
ini terjadi tiap tahunnya.
Peran Negara
Negara
sebagai pihak yang mempunyai peran menstabilkan kondisi perburuhan seperti
lepas tangan. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah masih belum
bisa memperbaiki kondisi upah (kesejahteraan) pekerja. Akibatnya warga negara
seolah dilepas begitu saja dalam arena pertarungan penetapan upah yang layak.
Kalau
pada era Orde Baru yang otoriter negara menerapkan strategi upah murah untuk
menarik investasi dan menggunakan upah minimum sebagai alat untuk mengontrol
gejolak buruh, pada era reformasi, negara yang telah jauh melemah cenderung
lebih bersifat mendua. Di satu sisi negara ingin terus memegang kontrol
terhadap penetapan upah minimum dan, oleh karena itu, bisa terus mempertahankan
kontrol terhadap buruh. Di sisi lain negara ragu-ragu melepaskan sepenuhnya
perundingan upah terhadap mekanisme perundingan kolektif yang mensyaratkan
perlindungan yang jelas dan fasilitasi yang nyata untuk pembangunan serikat
buruh yang kuat sebagai aktor penting dalam perundingan kolektif bersama dengan
organisasi pengusaha.
Tanpa
posisi dan sikap tegas negara dan pemerintah mendukung keberadaan serikat buruh
dan melindungi keterlibatan mereka dalam perundingan kolektif, termasuk juga
dalam soal upah, dan juga tanpa keinginan dan niat baik pengusaha mulai mau
bekerja sama secara nyata dengan serikat buruh sebagai mitra sosialnya,
penetapan upah minimum di daerah tampaknya akan terus jadi sumber konflik
daripada kesepakatan.
Situasi permasalahan upah
layak hampir mirip dengan kondisi Jaminan Sosial, Diterbitkannya
Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) yang merupakan turunan dari UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi tonggak sejarah pelaksanaan sistem
jaminan sosial secara komprehensif, terintegrasi di Indonesia, dan merupakan
awal dari upaya negara memenuhi hak warga negaranya dalam hal jaring pengaman
sosial termasuk jaminan kesehatan. UU SJSN dibentuk atas amanat Pasal 28 H,
Pasal 28 ayat (2) dan (3) UUD 1945, dimana negara wajib mengembangkan sistem
atas jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, juga memberikan
perlindungan kesehatan bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu.
“Setiap orang berhak atas JAMINAN SOSIAL untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan
meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur”(Konsiderans huruf a) UU SJSN. “Jaminan
sosial adalah salah satu bentuk PERLINDUNGAN SOSIAL untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.”Pasal 1 angka1 UU SJSN”. SJSN diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).(UU no 24 Tahun 2011 tentang BPJS).
BPJS adalah badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, sesuai dengan amanat
undang undang ini maka BPJS kesehatan harus berjalan per 01 Januari 2014 dan
BPJS Ketenagakerjaan berlaku per 01 Juli 2015.
Pembangunan
Ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan, tidak hanya dengan
kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah bekerja, tetapi juga
keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat, oleh
karena itu peran pemerintah daerah dalam hal ini semua pemangku kepentingan diharapkan
dapat membina, mengarahkan, membuat regulasi dan peraturan yang menyeimbangkan
aspek perlindungan tenaga kerja diwilayahnya akan tetapi juga kelangsungan
usaha.
Nah
dengan berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang demikian maka peran pemerintah
daerah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk tidak berpangku
tangan menyaksikan ini semua terjadi. Fenomena tersebut seolah menyiratkan
adanya lepas tangan dari pemerintah. Konsep dasar hubungan industrial dengan
menempatkan negara sebagai posisi penyeimbang dari ketimpangan pekerja dan
pengusaha tidak terwujud dengan maksimal. Padahal, negara mempunyai kebijakan
yang dapat mengubah kondisi timpang dari perburuhan. Untuk itulah, kami yang
tergabung dalam Forum Komunikasi Serikat Pekerja/ Buruh Kabupaten Karanganyar dengan momentum Hari Buruh Internasional ini kami
menuntut/ mendesak kepada pemerintah untuk :
1. TOLAK KENAIKKAN UPAH MINIMUM PER 2 TAHUN APALAGI 5 TAHUN, REVISI
KHL MENJADI 84 ITEM
2. JALANKAN JAMINAN PENSIUN PER 1 JULI 2015 DENGAN MANFAAT BULANAN
75% DARI GAJI
3. HAPUSKAN OUTSOURCHING TENAGA KERJA
4. REVISI TOTAL UU PPHI
5. TOLAK LIBERALISASI HARGA BBM DAN GAS
6. TURUNKAN HARGA-HARGA
7.
MEMBUAT PERDA KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN KARANGANYAR
YANG PRO PEKERJA
8.
MEWAJIBKAN SETIAP INVESTASI YANG MASUK DI BUMI INTANPARI
UNTUK TAAT DAN TUNDUK KEPADA PERATURAN PERUNDANGAN YANG BERLAKU TERMASUK
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN
BERHIMPUN DAN TERUS BERJUANG, SALAM SOLIDARITAS TANPA
BATAS!!!!
HIDUP BURUH….3X MERDEKA!!!
Koordinator
Eko Supriyanto Murjioko
Komentar
Posting Komentar
In Solidarity Forever....Salam Solidaritas Tanpa Batas!!! Cerdas Militan Bertanggung-Jawab