Rekomendasi Menteri Tenaga Kerja G20 Hanya Omong Kosong Jika PP 78/2015 Tidak Dicabut

SIARAN PERS KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (KSPI), 17 JULI 2016
REKOMENDASI MENTERI TENAGA KERJA G20 HANYA OMONG KOSONG JIKA PP 78/2015 TIDAK DICABUT
PRESIDEN KSPI INGATKAN AGAR MENAKER TIDAK KERAS KEPALA TERKAIT PP 78/2015
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pertemuan para Menteri Tenaga Kerja anggota G20 di Beijing, China, pada 12-13 Juli 2016 yang menghasilkan Deklarasi Menteri Tenaga Kerja G20 tidak akan berjalan efektif, jika PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak dicabut. Seperti diketahui, Deklarasi Menteri Tanaga Kerja G20 memuat kesepakatan bersama mengenai rekomendasi kebijakan terhadap pengurangan pengangguran, peningkatan keterampilan sesuai keinginan  pasar kerja, meningkatkan kualitas pemagangan dan prinsip-prinsip kebijakan pengupahan yang berkelanjutan, rasional dan koheren.
Menurut Iqbal, PP 78/2015 yang menetapkan rumus kenaikan upah hanya berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi justru membatasi kenaikan upah. Padahal base on upah di Indonesia termasuk yang paling rendah di ASEAN. Dimana data ILO menyebutkan, upah rata-rata per bulan di Laos $121, Indonesia $174, Vietnam $181, Philipina $206, Thailand $357, dan Malaysia $506. Selain itu, kebijakan ini membuka ruang hilangnya upah minimum sektoral.
Intinya PP 78/2015 membuat hak berunding hilang dan kembali kepada kebijakan upah murah. Ini berarti bertentangan dengan isi deklarasi G20 yang ditandatangani pemerintah indonesia tersebut. Hal ini berdampak pada turunnya daya beli buruh dan rakyat, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi yang hanya 4,9% (tidak mencapai target). Di sisi lain, pendapatan pajak juga berkurang karena banyak pabrik yang menurunkan produksinya dan mem PHK buruh.
Dengan formula kenaikan upah memakai PP 78/2015 maka upah minimum di DKI Jakarta akan tetap lebih rendah dari upah di Karawang dan Bekasi. Padahal, bukan tidak mungkin, tahun depan inflansi di DKI Jakarta lebih tinggi.
“Ingat, angka gini ratio di DKI makin besar dibandingkan angka nasional. Hal ini disebabkan upah murah di DKI Jakarta. Begitu pun dengan upah minimum di Semarang, akan tetap rendah. Padahal biaya hidup disana tidak jauh berbeda dengan upah di kota-kota besar yang lain,” kata Iqbal.
Selanjutnya, pria yang juga menjadi deklarator Rumah Rakyat Indonesia itu menegaskan, “Dengan upah yang rendah, mustahil kualitas pekerja bisa ditingkatkan sesuai isi deklarasi G20.”
Untuk itu, Iqbal meminta agar sistem penetapan upah minimum dikembalikan pada mekanisme penetapan kebutuhan hidup layak (KHL) melalui survei pasar dan perundingan di dewan pengupahan yang melibatkan serikat buruh, pemerintah dan Apindo (ukan secara sepihak diputuskan pemerintah pusat saja), yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas KHL menjadi 84 item.
“Bagaimana mungkin buruh meningkat kualitasnya, jika upahnya saja tidak cukup memehuhi kebutuhan hidup, dan upah di Indonesia masih rendah di ASEAN” ujarnya.
Masih menurut Iqbal, PP No. 78 Tahun 2015 yang disebut-sebut mampu mencegah terjadinya PHK ternyata hanya omong kosong. Buktinya, PHK besar-besaran masih saja terjadi. “Itu artinya Menaker telah melakukan pembohongan publik, degan menanda tangani deklarasi G20 tersebut.”
Selain itu Panitia Kerja (Panja Upah) DPR RI sudah merekomendasikan agar PP 78/2015 dicabut. Tentunya dalam membuat rekomendasi, Panja sudah mendengar masukan dari berbagai pihak terkait. Untuk itu, Iqbal meminta agar Menaker tidak keras kepala terhadap apa yang direkomendasikan oleh para wakil rakyat.
Dalam bulan-bulan kedepan akan diwarnai aksi besar-besaran oleh buruh di seluruh Indonesia untuk menuntut cabut PP no 78/2015 dan naikan upah minimum 2017 sebesar Rp 750 ribu. Karena September-Nopember adalah proses penetapan upah minimum 2017.
Terima kasih
SAID IQBAL
Presiden KSPI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“711” Memaknai Pitulungan Dan Kawelasan (?)

SELAMAT DATANG DI FSP KEP KSPI KARANGANYAR

Bisa Berimbas PHK Massal, Buruh Garmen dan Tekstil di Karanganyar Juga Tolak Kenaikan BBM